Kepala Sekolah dan Kemerdekaan Pendidikan dan Belajar

Merdeka belajarBeberapa waktu yang lalu mentri pendidikan kita menginisiasi istilah MERDEKA BELAJAR. Apa itu merdeka belajar? Dikatakan agar guru, murid, orang tua dan stakeholder lainnya melakukan proses belajar-mengajar dan pendidikan dengan bahagia. Ada istilah merdeka yang didalamnya menyangkut kebebasan dalam mengimprovisasi proses belajar-mengajar dan pendidikan disekolah. Merdeka Belajar pasti didalamnya juga Merdeka dalam lembaga pendidikan. Ada beberapa pertanyaan yang bisa diajukan disini tentang hal diatas yaitu  1) Apa itu Kemerdekaan Belajar?  2) Apa itu pendidikan yang membahagiaakan? (untuk yang terakhir ini pernah saya tulis secara cukup detail dan lengkap disini, termasuk dua buku yang saya terbitkan):

https://pendidikanpositif.com/2014/04/30/anak-cerdas-bahagia-di-sekolah-yang-baik-di-sekolah-positif/ Juga
https://pendidikanpositif.com/2017/09/26/pendidikan-yang-membahagiaan/ Juga
https://pendidikanpositif.com/2018/11/24/sekolah-ilmu-kaya-sukses-dan-bahagia/ Juga
https://pendidikanpositif.com/2018/11/21/saya-berfikir-tahu-maka-saya-berbahagia/ dll

Setelah ramai tentang MERDEKA BELAJAR. Beberapa waktu yang lalu saya berdiskusi dengan beberapa Kepala Sekolah, mereka menanyakan pada saya, mungkinkah sekolah dibuat lebih kreatif dan longgar, tidak terlalu mengikuti standart sehingga anak-anak menjadi senang dan bahagia? Pertanyaan itu terlontar mungkin, karena sekolah itu sudah “Baik”, murid cukup banyak, dengan 6 – 9 Rombel per kelas, terakreditasi “A” (Sehat), dengan fasilitas-fasilitas lain yang cukup memadai, serta ada angin segar dari Pak Mentri.

Dalam diskusi itu saya memberikan penjelasan beberapa hal – bukan bagaimana membuat Sekolah, Kurikulum dan Pembelajaran yang Membahagiakan (secara detail itu ada dalam beberapa tulisan dan buku-buku saya) – saya mengatakan;

1) Semua itu tergantung komitmen, bahkan “keberanian” kepala sekolah untuk melakukan inisiasi-inisiasi terobosan dan berbagai hal untuk menjadikan sekolah menjadi mengasyikkan. 2) Secara Standart Kebijakan, saya katakan – karena saya tahu mereka memiliki kebiasaan, apakah itu diizinkan, apakah itu ada landasan hukumnya, apakah itu boleh dst – sebenarnya sebelum Pak Mentri Nadaiem Makarim, UU tentang Kemerdekaan Belajar-Mengajar itu sudah ada,  lewat beberapa perangkat aturan perundangan yaitu;

a) MBS (Manajement Based School) atau mamajemen berbasis sekolah. Filosofi MBS adalah sistem pengelolaan persekolahan yang memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada institusi sekolah untuk mengatur kehidupan sekolah sesuai dengan potensi, tuntutan, dan kebutuhan sekolah yang bersangkutan. Artinya Sekolah memiliki kewenangan untuk “MERDEKA” dalam urusan tertentu disekolahnya.

b) KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Pada sistem KTSP, sekolah memiliki “kewenangan dan tanggungjawab” dalam menetapkan kurikulum. Sekolah dituntut untuk mengembangkan strategi, menentukan prioritas, mengendalikan pemberdayaan berbagai potensi sekolah dan lingkungan sekitar, serta mempertanggungjawabkannya kepada masyarakat dan pemerintah.

2 buku kuKTSP berupaya untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untukmelakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum. Walaupun tetap mengacu ke Standart Kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP).

Dari kedua hal diatas, dan mungkin ada hal-hal lainnya, sekolah sebenarnya sangat atau minimal CUKUP MANDIRI. Kemandirian Lembaga Pendidikan (Sekolah) sudah ada, hanya itu mau digunakan atau tidak? Disinilah problemnya. Sekali lagi problem “Leadership”, problem Kepemimpinan dan Mental serta Kultur Masyarakat kita.

Beberapa lembaga, termasuk beberapa sekolah yang saya dampingi, sudah menggunakan RPP (2 Lembar sejak sekian tahun lalu), walaupun RPP lengkap tetap dibuat, tetapi itu hanya untuk memenuhi tuntutan, kurikulum REAL, hanya 2 lembar.

MENTALITAS

1) Pengalaman saya di salah satu Kabupaten, maka Kepala Dinas, bersama aparatnya dan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), dengan alasan dan pertimbangan lainnya (utamanya untuk standarisasi), mempermudah, membantu sekolah kecil yang kesulitan dll, akhirnya membuat KTSP sama se-Kabupaten (bahkan akhirnya mungkin se-Provensi).

Bunyi awalnya ini sekadar contoh dari Dinas Kabupaten, Ini contoh dari Provensi. Contoh dari dinas, dari provensi dianggap yang terbaik (tanpa melihat kebutuhan tingkat satuan pendidikan), dan ditambah pengawas saat melihat RPP dan Kurikulum sekolah, mereka dengan mudah berkata, “contoh saja yang dari Dinas atau Provesi”.

Karena mentalitas, menunggu contoh, juklak, juknis, takut, tidak benari inprovisasi, inisiasi, maka KTSP tidak menjadi satuan pendidikan tetapi sama se Kabupaten bahkan se Provensi.

2) Saat saya mencobakan kurikulum 2 lembar, maka seakan itu lebih simple dan mudah, tetapi mereka (para guru) dengan 2 lembar itu, akan membuat, minimal meringkas dari segepok RPP yang sudah biasa dibuat dan maaf sebagiannya “copy paste” dari teman atau internet.

Dengan 2 Lembar itu, mereka mengerjakan, merangkum, RPP-nya disetor kepada Kepala Sekolah, diparaf sebelum diajarkan dst. SIMPLE TETAPI REAL, bukan indah, idealis tetapi ‘utopis’.

KEPEMIMPINAN

Dalam teori kepemimpinan ada salah satu konsep yang mau tidak mau diterima, walaupun dengan berat hati yaitu “Pendekatan Sifat”. Dalam pendekatan ini dikatakan bahwa memang ada manusia-manusia yang memiliki sifat, keistimewaan serta bakat memimpin. Sebelum Warren Bennis dan Bernard Bass, teori ini cenderung diabaikan karena tidak mewakili egaliter, kesamaan derajar dan atmosfer serta spektrum demokrasi. Sekalipun kita sepakat ada banyak faktor penentu suksesnya mempimpin, tetapi pendekatan ini adalah bagian yang cukup penting.

Pemimpin memang adalah mereka-mereka yang cenderung memiliki kualitas yang diharapkan atau yang dikagumi didalam kelompok kerja tertentu.

Kepemimpinan Kepala Sekolah adalah faktor utama dalam kemajuan sekolah. Pertanyaannya apakah mereka melakukan itu? atau hanya sebagai manajer bahkan administrator utamanya?

Salah satu Profesor di Univ Negeri Malang (salah satu dosen favorit saya) pernah mengatakan, kurang lebihnya seperti ini, “sayang tidak ada cukup serius dalam melihat kemampuan kepemimpinan guru-guru calon kepala sekolah”. Ada guru yang baik sebagai guru, sebagai administrator, motivator dan pemimpin. Kebiasaan mereka, lingkungan mereka, mentalitas mereka, struktural yang membiasakan untuk ikut aturan birokrasi, dll turut membentuk hal itu, walaupun faktor terpentingnya adalah mereka sendiri dan yayasan (stakeholder lainnya).

MENGASAH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH

Kepemimpinan Kepala Sekolah akan sulit terinduksi dan terasah dengan inisiasi-inisiasi baik disebabkan oleh dirinya (teori sifat kepemimpinan) juga lingkungan. Beberapa hal yang bisa menginduksi kepemimpinan kepala sekolah bila;
1) Memiliki tujuan yang jelas, mereka mengetahui apa yang yang harus dikerjakannya, dan mereka menikmati pekerjaan itu. Tujuan itu adalah sangat penting, tetapi dalam mencapai tujuan itu bukan fokus pada hasil, sebab dengan terlalu fokus pada hasil, akan mengurangi kenikmatan dalam proses detik-perdetik dan jam per jam nya. Pemimpin itu mengorkestra antara tujuan organisasi, tujuan kelompok dan tujuan Individu.
2) Adanya umpan balik dengan segera dari apa yang dilakukan. Umpan balik yang diperoleh dari kolega, penyelia, penilai prestasi dan seterusnya. Tanpa penilaian-penilaian ini, walaupun penilaian intrinsik sangat penting. Emosi berupa kepuasan, kenikmatan, kesenangan dan lain sebagainya.
3) Adanya keseimbangan antara kemampuan yang dimiliki dengan tingkat kesulitan dan tantangan yang dihadapi. Baumann dan Scheffer (2010) menjelaskan bahwa jika kemampuan yang dimiliki individu melebihi tingkat kesulitan, ia akan merasa relaks atau kebosanan, tetapi jika tingkat kesulitan melebihi kemampuan yang dimilikinya, ia akan merasakan sangat bersemangat untuk melakukan kegiatan itu atau ia merasakan kecemasan, keseimbangan akan memotivasi secara maksimal.

Tanpa ini Kepala Sekolah sebagai pemimpin organisasi cenderung tidak menggunakan kepemimpinanya dengan baik, sehingga efisiensi, efektivitas, inisiasi, mencoba sesuatu yang baru, kreatif, memotivasi karyawan, mencoba tantangan-tangan tidak dilakukan. Padahal saat kemampuan naik maka diperlukan tantangan yang naik juga, bila tidak cenderung rileks dan bosan, karena rutinitas-rutinitas.

Muhammad Alwi
Konsultan Pendidikan, Trainer Multiple Intelligence dan Pendidikan Positif serta Pendamping beberapa sekolah dengan konsep Mapping Potensi Untuk Sukses dan Bahagia. Lihat Program Kami (https://pendidikanpositif.com/2017/09/20/keunggulan-program-kami/)

Tentang pendidikan positif

Kami adalah Pendidik, Guru, Dosen dan Trainer. Riwayat Pendidikan : S1 : Manajemen dan Psikologi. S2 : Manajemen Human Resource, Univ Brawijaya Malang S3 : Manajemen Pendidikan Univ Negeri Malang. Kami mengembangkan Seminar, Workshop, dan berbagai Test berbasiskan psikology. Mulai dari 1. Workshop berbasiskan Multiple Intelligence, Topografi Otak, Power Personality, Performance Barrier, Succes with Understanding Personality, Otak Kanan- Otak Kiri, bagaimana mengetahui dan memanfaatkannya untuk sukses dll. Semua itu untuk pengembnagan SDM dan Human Capital. Baik untuk Guru, anak-anak (TK, SD, SMP, SMA, PT), juga untuk karyawan Industri dan Perusahaan. 2. Test test yang mendukung workshop dan seminar diatas seperti; a) Test Multiple Intelligence, b) Test Personality, c) Test Performance Barrier dll. Konsep Kami adalah......Discovering Your Royal road to learning, achievable and Personal Satisfaction. Bagaimana caranya? Caranya dengan discovering your talent, your ability (dengan pemahaman, test), the right place....maka sukses dan bahagia akan mudah didapatkan. Positif Pendidikan adalah Pendidikan yang berusahan menjadikan pebelajar (siapapun yang belajar), akan mampu untuk meraih tidak hanya sukses (achievable) tapi juga bahagia (will-being). Success and Happy.
Pos ini dipublikasikan di Psikologi dan Pendidikan dan tag , , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar